Manado, MEDIAALTERNATIF.ID – Tragedi KM Barcelona V yang terbakar di perairan Talise Minahasa Utara (Minut) menyisakan tangis dan duka mendalam bagi penumpang dan keluarga yang menjadi korban.
Dibalik asap pekat dan gelombang kepanikan, munculah secercah cahaya nelayan-nelayan dan warga dari Pulau Gangga, Talise, Serei dan sekitarnya yang tanpa ragu menolong para korban.
Dengan hati luar biasa. Tanpa komando, tanpa hitung-hitungan mereka mengangkat jangkar dan berlayar.
Bukan untuk mencari ikan, tapi untuk menyelamatkan nyawa.
”Kami dengar jeritan. Kami tahu ada yang butuh bantuan. Jadi kami datang.” ungkap salah satu nelayan.
Saat kapal terbakar hebat dan penumpang berjuang bertahan hidup di laut terbuka, para nelayan ini datang seperti malaikat. Mengangkat korban satu per satu. Menenangkan anak-anak yang menangis. Merangkul mereka yang lemas, menggigil, dan hampir menyerah.
Tanpa imbalan. Tanpa sorotan. Hanya karena mereka punya hati.
Hari itu, mereka tidak pakai seragam. Tapi mereka lebih dari sekadar pahlawan. Mereka adalah simbol kemanusiaan.
Wujud nyata semboyan “Torang Samua Basudara.”
Kisah kalian akan dikenang. Bukan di halaman-halaman sejarah, tapi di hati setiap orang yang kalian selamatkan, dan dunia melihatnya.
Terima kasih, Pahlawan Laut Sulut. Kalian adalah kebanggaan kami. Dari laut yang bergelora, kalian hadir sebagai cahaya.
Kronologi :
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Muhammad Masyhud menjelaskan insiden itu terjadi pada Minggu, (20/7) sekitar pukul 14.00 WITA.
”Insiden terjadi pada posisi koordinat 01°48.510’N/125°00.701’E (di timur Pulau Talise). Kapal tersebut sedang dalam pelayaran dari Lirung menuju Manado,” kata Masyhud di Jakarta, Minggu (20/7).
Salah satu korban selamat bernama Larebonte (55) menceritakan kronologi KM Barcelona terbakar. Api diduga pertama kali muncul di bagian dek 3 kapal.
”Awal kejadian itu di bagian dek 3 samping kiri mengeluarkan panas sangat panas ketika keluar asap,” ungkap Larebonte kepada wartawan di Manado, Senin (21/7/2025).
Anak buah kapal (ABK) sempat melakukan pemadaman namun tidak berhasil. Selang air juga disebut tidak berfungsi dengan baik. Api yang menjalar ke sejumlah bagian kapal membuat penumpang panik.
”Saya waktu itu berinisiatif untuk mengingatkan kepada ABK agar tempat-tempat pelampung ini segera dibuka dan dibagikan ke masyarakat yang tidak memiliki pelampung, yang memiliki pelampung hanya yang ada di kamar masing-masing,” paparnya.
Larebonte mengaku tidak ada arahan dari ABK untuk segera melakukan evakuasi. Sejumlah penumpang masing-masing mencari posisi aman hingga ada yang memulai lompat ke laut.
”Penumpang yang panik mereka terjun ke air. Ada yang terjun tidak memakai pelampung, termasuk saya tidak menggunakan pelampung,” kata Larebonte.
Larebonte sempat terombang-ambing di lautan selama sejam sebelum dievakuasi kapal nelayan. Dia mengaku api yang membakar kapal berlangsung sekitar 3 jam.
”Kira-kira satu jam kemudian saya baru dibawa ke Likupang oleh nelayan lokal yang inisiatif dari mereka. Mereka ikhlas membantu saat dievakuasi semua kan tegang, berteriak,” imbuhnya.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut dibawah komando Gubernur Yulius Selvanus akan memberikan penghargaan kepada para nelayan yang terlibat langsung pada proses evakuasi korban.
”Ketulusan dan keberanian nelayan yang bahu-membahu menyelamatkan nyawa sesama adalah wujud nyata semangat gotong royong yang menjadi jiwa bangsa,” ucap Gubernur Yulius.
(kpks/dtc/red)